Haji dan Umroh

1. Haji adalah berangkat ke tempat suci untuk melakukan thawaf, sa’i, wukuf di Padang Arafat dan seluruh amalan manasik lainnya.

2. Hukum haji
QS. Ali Imran: 97
Padanya terdapat tanda-tanda yang nyata, (di antaranya) maqam Ibrahim, barangsiapa memasukinya (Baitullah itu) menjadi amanlah dia; mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah. Barangsiapa mengingkari (kewajiban haji), maka Sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam.

Al-Baqarah: 196
Dan sempurnakanlah ibadah haji dan 'umrah karena Allah. Jika kamu terkepung (terhalang oleh musuh atau karena sakit), maka (sembelihlah) korban yang mudah didapat, dan jangan kamu mencukur kepalamu, sebelum korban sampai di tempat penyembelihannya. Jika ada di antaramu yang sakit atau ada gangguan di kepalanya (lalu ia bercukur), maka wajiblah atasnya berfid-yah, yaitu: berpuasa atau bersedekah atau berkorban, apabila kamu telah (merasa) aman. Maka bagi siapa yang ingin mengerjakan 'umrah sebelum haji (di dalam bulan haji), (wajiblah ia menyembelih) korban yang mudah didapat, tetapi jika ia tidak menemukan (binatang korban atau tidak mampu), maka wajib berpuasa tiga hari dalam masa haji dan tujuh hari (lagi) apabila kamu telah pulang kembali. Itulah sepuluh (hari) yang sempurna. demikian itu (kewajiban membayar fidyah) bagi orang-orang yang keluarganya tidak berada (di sekitar) Masjidil Haram (orang-orang yang bukan penduduk kota Mekah). dan bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah sangat keras siksaan-Nya.

Muttafaqun ‘Alaih: “Islam didirikan atas 5 perkara, yaitu syahadad, sholat, puasa di Bulan Romadhon, zakat, dan ibadah haji ke Baitullah bagi yang mampu melakukannya”.
HR. Abu Dawud: “Haji yang wajib itu sekali. Barangsiapa melakukan lebih dari sekali, maka selanjutnya merupakan haji tathawwu’ (sunnah)”.

3. Hikmah haji
Muttafaqun ‘Alaih: “Barangsiapa menunaikan haji ke rumah itu (Ka’bah) dan tidak melakukan rafats (senggama) serta tidak berbuat fasiq, maka akan keluar dosa-dosanya, seperti hari dilahirkan oleh ibunya”.

4. Syarat wajib haji: berakal, baligh, mampu menempuh dan membiaya perjalanan untuk seluruh kebutuhan haji.

5. Wajib haji hanya satu kali seumur hidup. Kewajiban haji adalah satu kali seumur hidup. Akan tetapi, menjadi lain jika bernadzar lebih, maka menjadi wajib memenuh nadzar itu.

6. Haji bagi wanita lanjut usia tanpa mahromnya tetap dianggap syah.
HR. Bukhari: “Jika engkau berumur panjang, maka kamu akan menyaksikan sekelompok wanita lanjut usia yang berangkat dari Hirah sampai mengelilingi Ka’bah., dimana mereka tiada merasa takut, kecuali hanya kepada Allah”.

7. Haji wanita yang tidak disertai suaminya, diperbolehkan tetapi harus ada mahrom.

8. Mengerjakan haji untuk orang yang telah meninggal dunia, dengan kata lain mewakilinya, maka dibolehkan.

9. Menunaikan haji untuk orang lain diperbolehkan.

10. Ihram dan ‘umrah dalam haji tathawwu’ bagi wanita muslimah
Jika seorang wanita hendak melakukan ibadah wajib, maka tidak perlu meminta izin suaminya. Jika ibadah sunnah yang dilakukan, minta izin adalah keharusan. Ibadah haji jika telah mampu dan memenuhi syarat-syarat, maka seorang wanita baik yang sudah menikah maupun belum tetap dibolehkan menunaikan meskipun tanpa izin, karena merupakan ibadah wajib. Melakukan ‘umrah atau ihram harus meminta izin karena merupakan ibadah sunnah. Yang perlu diperhatikan adalah tetap ada keharusan pergi bersama mahromnya dan tidak boleh sendirian.

11. Hukum wanita yang tidak mampu menunaikan haji, maka hajinya boleh diwakilkan.
HR. Muttafaqun ‘Alaih: “Wahai Rasulullah, sesungguhnya kewajiban haji telah ditujukan kepada hambaNya, ayahku telah mendapatkan kewajiban haji, sedangkan ia sudah tua renta, tidak mampu duduk di atas kendaraan. Apakah aku boleh menunaikan haji untuknya? Jawab Rasulullah: Boleh”.

12. Hukum membayar orang untuk menunaikan haji, diperbolehkan . Akan tetapi tidak diperbolehkan mewakili yang masih hidup, kecuali dengan izinnya, baik haji wajib atau sunnah. HR. Bukhari: “Sesuatu yang berhak kamu ambil pahala darinya adalah kitabullah”.

13. Haji untuk kedua orangtua yang sudah meninggal. Maka yang didahulukan adalah ibu.

14. Hukum bagi wanita kaya yang tidak mempunyai muhrim, maka hajinya tidak menjadi wajib, karena syarat perjalanan haji di antaranya adalah adanya keharusan mahrom.

15. Disyaratkan adanya muhrim dalam perjalanan haji wanita
HR. Muslim: “Tidak diperbolehkan bagi wanita muslimah yang beramal kepada Allah dan hari akhir bepergian menempuh perjalanan selama 3 hari atau lebih, melainkan bersama ayah, suami atau muhrimnya”.

16. Penunaian haji yang pertama tidak boleh untuk orang lain. Jadi boleh mewakili naik haji jika yang mewakili telah naik haji sebelumnya.

17. Warna pakaian ihram bagi wanita muslimah.
Dibolehkan memakai warna apa saja, akan lebih baik jika menggunakan warna hijau atau hitam. Yang utama adalah niatnya. HR. Bukhari Muslim: “Sesungguhnya amal perbuatan itu tergantung pada niatnya, dan masing-masing orang dinilai berdasarkan pada niatnya tersebut”.

18. Etika berihram
a. Kebersihan, diantaranya adalah: mandi dengan niat ihram, wudhu’, memotong kuku, mencukur bulu ketiak dan bulu kemaluan, serta menyela-nyela rambut kepala dengan air.
HR. Al-Hakim: “Disunahkan untuk mandi jika hendak berihram, dan jika masuk ke kota Makkah”. Bagi wanita yang haid dan nifas, maka dibolehkan mandi dan berihram serta mengerjakan seluruh manasik, kecuali berthawaf.
HR. Ahmad: “Wanita yang sedang nifas dan haid, hendaklah mandi dan berihram, lalu menunaikan seluruh manasik haji, kecuali berthawaf mengelilingi Ka’bah”.
b. Tidak boleh mengenakan pakaian yang berjahit, akan tetapi ia harus memakai pakaian ihram yang telah dtentukan.
c. Memakai wewangian diperbolehkan bagi wanita muslimah. Ada yang melarang, baiknya adalah melihat kondisi.
d. Mengerjakan sholat dua raka’at, yaitu dengan niat mengerjakan sholat sunnah ihram.

19. Macam-macam ihram, ada 3 macam, dan para ulama sepakat membolehkan untuk mengerjakan salah satu di antaranya, yaitu: qiran, tamattu’, ifrad. HR. Bukhari: “Kami pernah pergi bersam Rasulullah pada waktu haji wada’. Di antara kami ada yang berihram untuk ‘umrah, ada uang berihram untuk haji dan ‘umrah dan ada pula yang berihram untuk haji saja. Sedangkan Rasulullah berihram untuk haji. Adapun yang berihram untuk ‘umrah, ia melakukan tahalul ketika sampai di Makkah, setelah melakukan thawaf dan Sa’i. Sedangkan orang yang berihram untuk haji, atau berihram untuk haji dan umrah sekaligus, maka ia baru bertahalul nanti pada hari kurban (10 Dzulhijah)”.

20. Arti qiran, adalah mengerjakan amalan ihram di mikad untuk haji dan ‘umrah secara bersamaan. Ketika bertalbiyah membaca “Labbaika bi hajji wa ‘umratin” artinya aku memenuhi panggilanMu untuk haji dan ‘umrah. Dalam hal ini, menuntut orang yang mengerjakan ihram qiran untuk tetap pada ihramnya hingga selesai mengerjakan amalan-amalan haji dan ‘umrah secara keseluruhan.

21. Arti tamattu’, adalah berihram dari miqat dengan niat ‘umrah saja, dan ketika betalbiyah membaca: “Labbaika bi ‘umratin”.

22. Arti ifrad, adalah mengerjakan ihram hanya untuk haji saja dari miqad.

23. Beberapa miqat haji
a. Miqad makan, ada beberapa tempat:
• Dzulhalifah, miqad bagi jama’ah yang datang dari Madinah
• Juhfah, bagi jama’ah dari Syam, Mesir, dan Maroko.
• Yalamlam, dari Yaman.
• Qarn, dari Najed
• Dzatu Irqin, dari Irak
b. Miqad zaman, adalah bulan-bulan haji, seperti syawal, Dzulqa’dah dan Dzulhijjah.

24. Hukum wanita yang tidak mandi ketika berihram, hukum mandi pada dasarnya adalah sunnah.

25. Disunahkan berihram setelah mengerjakan sholat

26. Mengeraskan suara kelika melafazhkan talbiyah bagi laki-laki.
HR. Abu Dawud: “Jibril pernah mendatangiku, lalu memerintahkan aku untuk menyuruh para sahabatku mengeraskan suara mereka dalam ihlal dan talbiyah”.
Bunyi talbiyah: “labbaika allohumma labbaika, labbaika laa syariikala kalabbaika, innalhkamda wannikmata lahu wal mulku, laa syariika laka” artinya Aku datang memenuhi panggilan-Mu. Aku dating memenuhi panggilan-Mu, tiada sekutu bagi-Mu, aku tetap dating memenuhi panggilan-Mu. Sesungguhnya segala puji, karunia, dan kekuasaan hanyalah milik-Nya.
Para ulama sepakat, bahwa disunahkan bagi wanita muslimah untuk tidak meninggikan suaranya, kecuali sebatas yang bisa didengarnya sendiri.

27. Disunahkan tidak banyak bicara

28. Hukum berteduh
HR. Muslim: “Beliau memerintahkan untuk mendirikan tenda dari bulu, lalu didirikanlah tenda tersebut untuk beliau di Namirah. Kemudian beliau singgah di sana hingga matahari terbenam”.

29. Hukum memakai wewangian, dilarang bagi wanita muslimah.

30. Menutup wajah dan kepala bagi wanita
HR. Bukhari: “Hendaknya wanita muslimah yang sedang berihram itu tidak menuutup mukannya dan tidak pula memakai sarung tangan”.

31. Thawaf wanita dengan mengenakan cadar diperbolehkan.

32. Memakai celak hitam, baik bagi laki-laki dan wanita muslimah adalah makruh.

33. Ihram wanita dan laki-laki sama, kecuali dalam hal pakaian.

34. Persetubuhan membatalkan haji, kena denda karafat sembelih binatang kurban, atau puasa 3 hari pada waktu haji dan 7 hari ketika kembali ke rumah.

35. Thawaf bagi wanita
Disunnahkan thawaf pada malam hari, karena auratnya lebih terlindungi dan menghindarkan diri dari desakan orang banyak, sehingga memungkinkan baginya mendekati Ka’bah dan menyalami hajar aswat”.

36. Wanita tidak boleh berdesakan dengan laki-laki ketika hendak menyalami hajar aswad

37. Berjalan ramal (berlari/jalan cepat dengan langkah pendek) dan idhthiba (memasukkan selendang dari bawah ketiak kanan dan menutup ketiak kiri dengan ujungnya selendang) tidak disunnahkan bagi wanita.

38. Tidak disunnahkan bagi wanita berjalan ramal dan menanjak (menaiki bukit shafa’)

39. Hukum mengunting rambut bagi wanita.
Diperintahkan menggunting rambutnya sepanjang ujung jari dan bukan mencukur.

40. Thawaf wada’ tidak diperintahkan kepada wanita haid.
Thawaf wada dilakukan ketika hendak meninggalkan Ka’bah. Thawaf shadr dilakukan ketika orang-orang berdatangan dari kota Ma’kah.
HR. Muttafaqun ‘Alaih: “Manusia diperintahkan agar akhir masa haji mereka ada di Baitullah. Hanya saja, beliau memberi keringanan terhadap wanita yang sedang haid”.

41. Jika wanita mengerjakan haji tamattu’ haid, lalu kwatir kehilangan hajinya maka hendaknya dia berihram untuk haji.
Muttafaqun ‘Alaih: “Kami berihram untuk ‘umrah. Lalu aku datang ke Makkah, sedang aku dalam keadaan haid. Aku tidak mengerjakan thawaf mengelilingi Baitullah serta tidak melakukan sa’i antara bukit Shafa dan Marwa. Lalu aku beritahukan hal itu kepada Rasulullah dan maka beliau pun berkata: ‘Potonglah rambutmu, dan bersisirlah serta kerjakan ihram untuk haji dan tinggalkanlah ‘umrah. Kemudian aku mengerjakannya. Setelah selesai mengerjakan haji, aku diutus Rasulullah bersama Abdurrahman bin Abi Bakar ke Tan’im. Maka aku mengerjakan ‘umrah bersamanya. Lalu beliau berkata: ‘Umrah ini merupakan tempat ‘umrahmu”.

42. Yang harus dikerjakan wanita apabila berhubungan badan dengan suaminya, jika dilakukan dalam keadaan tidak menghendaki maka tidak ada denda.

43. Wanita yang tidak melakukan wukuf di Arafat, ada 4 kategori:
a. Barangsiapa tidak sempat melakukan wukuf sampai terbit fajar pada hari itu (akhir malam nahar/malam pertemuan/malam singgah di Muzdalifah), maka tertinggaal hajinya. HR. Abu Dawud: “Haji itu Arafat, barangsiapa datang sebelum sholat fajar pada malam pertemuan, maka sempurnalah hajinya”.
b. Orang yang tertinggal hajinya, maka boleh disempurnakan dengan mengerjakan thawaf, sa’i, dan bertahallul.
c. Meneruskan haji yang telah rusak tersebut. HR Ahmad: “Orang yang tertinggal hajinya, maka ia harus membayar dam (denda), lalu menjadikan ibadahnya sebagai ‘umrah dan hendaknya menunaikan haji pada tahun berikutnya”.
d. Wanita yang tertinggal hajinya harus mengqadha’ pada tahun berikutnya, baik yang tertinggal itu amalan wajib maupun sunnah.

44. Yang harus diucapkan ketika berziarah ke makam Nabi (disunahkan ziarah)
a. Mendo’akan Nabi sambil memalingkan punggung ke arah kiblat dan menghadap ke tengah-tengah makam beliau.
b. Mengucapkann do’a untuk orangtua dan kaum muslimin secara keseluruhan

45. Mengusap dan mencium dinding makam Nabi adalah Bid’ah

46. Yang diucapkan wanita muslimah ketika pulang haji “laa illa haillallahu wahkdahula laa syarii kalahu, lahul mulku walahul hkamdu wahuwa ‘alaa kulli syai’in qodiir, ‘ayibuuna ta’ibuuna ‘aabiduuna, lirobbinaa hkaa miduuna, shodaqalloh wa’dahu, wa nashoro abdahu, wa huzama ‘ahkzaaba wahkdahu” artinya Tiada Ilah yang patut disembah melainkan Allah semata, tiada sekutu bagiNya, kerajaan dan segala puji hanya milikNya. Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu. KepadaNya kami kembali, bertaubat, mengabdi dan memuji. Maha benar janji Allah. Dia akan selalu menolong hambaNya dan menghancurkan persekutuan musuh dengan diriNya sendiri.

47. Denda membunuh binatang buruan (Al-Maidah: 95)

48. Berburu binatang di tanah haram dan memotong pohon diharamkan.

49. Berburu binatang di tanah suci Madinah dan memotong pohon diharamkan. Hanya dibolehkan kepada penduduk setempat dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka.

50. Thawaf
a. Cara thawaf: mendekati hajar aswat, menyentuh, mencium, atau jika tidak mampu memberikan syarat menggapai padanya, dengan memposisikan baitullah di sebelah kirinya dan mengucapkan: “Bismillah, Wallohu akbar, allahumma ‘iimananbika, wa tashdiiqon bikitabika, wa wafaa’an bi’ahdika, wa’itbaa anlisunnahtinnabiyyi” artinya dengan nama Allah, Allah Maha Besar. Ya, Allah, aku berthawaf karena iman kepadaMu, percaya pada kitabMu, menunaikan janjiMu, dan mengikuti sunah Nabi SAW. Sebanyak 7 putaran, setiap putaran disunahkan menyentuh rukun Yamani, mencium hajar aswat, juga dzikir atau berdo’a.
b. Membaca Al-Qur’an, dibolehkan. Karena membaca lebih baik dari dzikir.
c. Keutamaan thawaf
HR. Al-Baihaqi: “Setiap hari Allah menurunkan kepada orang-orang yang mengerjakan haji di Baitullah yang suci 120 rahmatNya, 60 untuk orang yang thawaf, 40 untuk orang yang sholat, dan 20 untuk orang-orang yang menyaksikan”.
Setelah selesai mengelilingi Ka’bah, hendaknya sholat 2 raka’at di makam (tempat berdirinya Nabi Ibrahim pada waktu membangun Ka’bah) Ibrahim AS (Al-Baqarah: 125). Dengan demikian berakhirlah thawafnya.
d. Syarat-syarat thawaf
• Thaharah, suci dari hadash besar/kecil. HR. Tirmidzi: “Thawaf adalah sholat, tetapi didalamnya Allah membolehkan berbicara. Barangsiapa berbicara, maka hendaklah ia tidak berbicara melainkan yang baik”.
• Menutup aurat
• Mengelilingi Ka’bah 7 kali putaran secara sempurna
• Memulai thawaf dar hajar aswat dan mengakhirkannya di tempat yang sama.
• Memposisikan Baitullah di sebelah kirinya
• Thawaf dilakukan di luar baitullah, bukan di dalamnya
• Setelah thawaf harus segera dilanjutkan dengan sa’i, boleh tidak langsung asal ada alasan yang dibenarkan
e. Thawaf bersama, antara laki-laki dan wanita. Hendaknya dihindarkan.

51. Berjalan di depan orang sholat di tanah suci Makkah
Salah satu keistimewaan Masjidil Harom adalah apabila seseorang sholat, tidak dimakruhkan orang-orang berjalan dihadapannya, baik laki-laki maupun wanita.

52. Disunahkan minum air Zamzam setelah selesai thawaf dan sholat 2 raka’at di makam Nabi Ibrahim.
Dalam kitab Al-Kabir dikatakan bahwa sebaik-baiknya air di muka bumi ini adalah air zamzam. Ia dapat mengenyangkan dan menyembuhkan penyakit”.

53. Sa’i antara Shafa dan Marwa
a. Disyari’atkan Sa’i
Sebagaimana kisah Siti Hajar ketika ditinggalkan Nabi Ibrahim bersama anaknya, Ismail di dekat Baitullah. Siti Hajar mencari pertolongan untuk rasa haus dan lapar yang dialaminya, yaitu dengan naik turun antara Shafa dan Marwa sebanyak 7 kali.
b. Hukum Sa’i
Ada 3 pendapat, Imam Syafi’i mengatakan hukumnya adalah wajib, jika ditinggalkan haji menjadi batal. Ibnu Abbas berpendapat Sa’i adalah sunnah. Abu Hanifah mengatakan sa’i adalah rukun haji, tetapi tidak wajib, jika ditinggalkan membayar dam.
c. Syarat sahnya sa’i: dilakukan setelah thawaf, 7 kali putaran, dimulai di Shafa dan berakhir di Marwa, dilakukan di Mas’a (Jalan yang terbentang antara antara bukit Shafa dan Marwa).
d. Thaharah dalam mengerjakan Sa’i
Mayoritas ulama berpendapat bahwa tidak disyari’atkan thaharah dalam mengerjakan sa’i. HR. Bukhari: “Kerjakanlah seperti apa yang dikerjakan oleh orang dalam menunaikan haji, akan tetapi kamu tidak diperkenankan untuk mengerjakan Thawaf di Baitullah, sehingga kamu mandi”.
e. Definisi sa’i, adalah perjalanan pulang pergi antara Shafa dan Marwa dengan niat ibadah dan ia termasuk salah satu rukun haji serta ‘umrah. QS. Al-Baqarah: 157 (Sesungguhnya Shafa dan Marwa adalah sebagian dari syi’ar Allah), dan HR. Ahmad: “Kerjakanlah sa’i, sesungguhnya telah diwajibkan Sa’i atas kalian”.
f. Syarat-syarat Sa’i: Niat, mendahulukan thawaf sebelum Sa’i, berkesinambungan antara putaran-putaran yang dilakukan, menyempurnakan sampai 7 putaran, dilakukan setelah thawaf.
g. Sunnah-sunnah Sa’i
• Khabab, yaitu berjalan cepat antara 2 tonggak hijau yang terletak di kedua ujung lembah, sebagaimana jalan Siti Hajar. Disunahkan bagi laki-laki yang mampu, tidak bagi wanita
• Berhenti si Shafa dan Marwa untuk berdo’a di sana, berhenti setiap putaran
• Mengucapkan “Allahu akbrar, Laa ilaha ilallah wahdahu laa syarikalahu, lahulmulku walahulhamdu wahuwa ‘alaa kulli syai’in qadir, laa illaha illallah wahdahu shahada wa’dahu wa nashara ‘abdahu wa hazamal ahzaaba wahdahu” setiap menaiki bukit.
• Berkesinambungan, tidak dipisahkan di antaranya tanpa alasan yang dibenarkan.
h. Etika mengerjakan Sa’i: dimulai dari bukit Shafa, berada dalm keadaan suci, melakukannya dengan berjalan jika mampu dan tidak ada kesulitan, perbanyak dzikir dan do’a kepadaNya, khusyu’, dan tidak membicarakan hal-hal yang dilarang

54. Wukuf di Arafat (rukun ke-4 Haji)
HR. Ahmad: “Bahwa haji itu Arafat”.

55. Berangkat ke Mina
Disunahkan berangkat ke Mina pada hari tarwiyah. Disunahkan berihram di tempat pertama singgah. Disunahkan memperbanyak do’a dan talbiyah ketika berangkat ke Mina. Kemudian menginap di Mina, tidak keluar dari Mina sampai terbitnya matahari pada tanggal 9 Dzulhijjah.

56. Berangkat ke Arafat
Disunnahkan berangkat setelah matahari terbit pada tanggal 9 Dzulhijjah melalui jalan Dhab sambil bertakbir, tahlil, dan bertalbiyah. Disunahkan singgah di Namirah dan mandi di sana, untuk selanjutnya wukuf di Arafat. Waktu wukuf adalah setelah matahari condong ke arah barat.
a. Hukum wukuf: Rukun haji terbesar. HR. Bukhari: “Haji itu Arafat. Barangsiapa datang pada malam pertemuan sebelum terbit fajar, maka ia telah mendapatkan haji”.
b. Waktu wukuf: selepas dzuhur tanggal 9 Dzulhijjah sampai terbitnya fajar tanggal 10 Dzulhijjah. Jika wukuf dilakukan siang hari, maka harus sampai terbenam matahari. Jika dilakukan malam, tidak ada kewajiban apa-apa.
c. Maksud wuquf, yang dimaksud wuquf adalah kehadiran atau keberadaan seseorang di bagian mana saja dari Arafat, baik suci maupun tidak. Jika tertinggal wuquf, hendaknya ibadahnya dilanjutkan sebagai ‘umrah dan berkewajiban menunaikan kembali pada tahun berikutnya jika mampu.
d. Beberapa kewajiban dalam melakukan wuquf di Arafat.
• Tiba di Arafat tanggal 9 Dzulhijjah, yaitu setelah zawal (matahari condong ke arah barat) sampai terbenamnya matahari
• Bermalam di Muzdhalifah, yaitu setelah thawaf ifadah pada malam 10 Dzulhijjah
• Melempar jumrah aqabah pada malam nahar
• Memotong rambut setelah jumrah aqabah pada hari nahar
• Bermalam di Mina selama 3 malam, malam tanggal 11, 12 dan 13 Dzulhijjah. Atau 2 malam saja bagi yang tergesa-gesa, malam tanggal 11 dan 12 Dzulhijjah
• Melempar 3 jumrah setelah zawal pada setiap hari dari ketiga hari tasyrik.

57. Sunnat-sunnat haji
a. Berangkat ke Mina pada hari Tarwiyah (8 Dzulhijjah) dan bermalam di sana. Tidak bertolak darinya, kecuali setelah terbitnya matahari, agar dapat mengerjakan sholat 5 waktu.
b. Berada di Namirah setlah zawal dan menjama’ sekaligus mengqoshor sholat zhuhur dan ashar secara berjama’ah.
c. Mendatangi Arafat setelah mengerjakan sholat Zhuhur dan Ashar yang dilakukan secara berjama’ah. Dilanjutkan wuquf (di Arafat) disertai dzikir dan do’a kepada Allah sampai matahari terbenam.
d. Mengakhirkan sholat mahrib hingga sampai Mudzalifah, lalu menjama’ sholat magrib dan isya’ di sana.
e. Wukuf di Masy’aril (bukit quzah di Mudzalifah) dengan menghadap kiblat sembari berdzikir dan berdo’a kepada Allah.
f. Melakukan secara tertib antara pelemparan jumrah, penyembelihan hewan kurban, pemotongan rambut dan thawaf ifadah.
g. Melakukan thawaf ziarah pada hari nahar, sebelum terbenamnya matahari.

58. Bermalam dan wukuf di Mudzlifah
Bermalam sampai terbit fajar di Muzdhalifah, setelah sholat shubuh maka melakukan wukuf di Masy’aril Haram hingga waktu gelap berlalu dan kembali sebelum matahari terbit.

59. Beberapa amalan pada hari Nahar: dimulai dengan melempar jumrah, lalu menyembelih kurban, pemotongan rambut dan thawaf ifadah di Baitullah. Amalan dilakukan dengan tertib.

60. Melempar jumrah
a. Disyari’atkan melempar jumrah, seperti pada kisah Nabi Ibrahim ketika mengerjakan manasik haji.
b. Hukum melempar jumrah, merupakan amalan wajib, tetapi bukan rukun. Jika ditinggalkan diharuskan membayar dam.
c. Hikmah melempar jumrah, sebagai ungkapan rasa tunduk terhadap perintah yang disertai penampakan rasa kehambaan dan ibadah., Menurut Syaikh Al-Ghazali yaitu: “Ketahuilah secara lahiriyah anda hanya melemparkan batu-batu kecil ke aqabah. Akan tetapi, sebenarnya anda melempar wajah syetan dan memecahkan tulang belakangnya. Karena, usaha untuk menghinakan syaitan tidak akan berhasil, kecuali jika anda mengikuti perintah Allah dengan mengagungkanNya dan disertai niat semata-mata mengikuti perintahNya, tanpa memberikan kesempatan bagi nafsu maupun akal untuk berkilah terhadapnya”.
d. Jenis batu yang digunakan melempar: disunnahkan batu-batu kecil mirip kerikil.
e. Jumlah batu yang digunakan melempar adalah 70 atau 49 batu. Perinciannya: 7 batu pada hari nahar (melempar jumrah aqabah), 21 batu pada 11, 12 , dan 13 Dzulhijjah (pada masing-masing tanggal dibagi dalam 3 jumhur, masing-masing 7).
f. Hari-hari melempar jumrah: hari nahar (hari penyembelihan kurban, hari raya ‘iedul Adha), dan 2 atau 3 hari tashriq. Waktu pelemparannya adalah sebelum matahari terbenam.
g. Boleh mengakhirkan pelemparan sampai malam hari jika ada halangan yang dapat dipertanggungjawabkan.
h. Keringanan di dalam melempar jumrah (boleh) di malam hari hanya untuk wanita, tidak untuk laki-laki
i. Do’a setelah melempar jumrah pada hari tashriq
j. Tertib dalam melempar
k. Sunnah bertakbir dan berdo’a pada setiap melempar
l. Mewakilkan dalam pelemparan jumrah, jika berhalangan karena sakit dan sebagainya, maka dibolehkan.

61. Bermalam di Mina (tanggal 11 dan 12 Dzulhijjah) adalah wajib, kecuali bagi yang berhalangan.

62. Bertolak dari Mina ke Makkah sebelum terbenamnya matahari tanggal 12 Dzulhijjah, yaitu setelah pelemparan jumrah.

63. Al-Hadyu (penyembelihan hewan kurban kemudian diserahkan kepada orang-orang miskin di tanah haram, dengan niat mendekatkan diri pada Allah)
a. Hadyu terbaik, urutannya adalah: unta, lembu, dan kambing.
b. Jumlah minimal: 1 ekor Unta atau sapi bisa untuk 7 orang, kambing 1 ekor 1 orang.
c. Kewajiban menyembelih unta: dikenai hukum wajib jika saat thawaf untuk ziarah dalam keadaan junub, haid, nifas. Jika tidak ada unta boleh dengan 7 ekor kambing.
d. Macam-macam hadyu: wajib bagi yang meninggalkan salah satu kewajiban haji, sunnah bagi yang menunaikan haji tanpa diiringi muhrim (wanita tua tanpa muhrim).
e. Syarat-syarat hadyu: sehat, unta umur tidak boleh kurang 5 tahun, sapi tidak boleh kurang 2 tahun, Kambing umur lebih dari 6 bulan.
f. Waktu penyembelihan: Menurut Imam Syafi’i adalah pada hari nahar dan hari-hari tashriq.
g. Tempat penyembelihan: adalah ditanah haram, tidak lain dari itu. Bagi yang haji adalah di Mina, bagi yang ‘umrah adalah di Marwa.
h. Jazzah (penyembelih hewan) tidak diberikan imbalan hadyu, tapi dari yang lain.
i. Makan daging hadyu. Menurut Imam Syafi’i: Jika hadyu wajib tidak boleh, jika hadyu sunnah boleh”.
j. Ukuran yang dapat dimakan dari daging hadyu: Ada yang mengatakan setengahnya boleh dimakan, setengah lainnya disedekahkan. Yang lain berpendapat dibagi menjadi 3, sepertiga dimakan, sepertiga dihadiahkan, dan sepertiga disedekahkan.

64. Menggunting rambut dan larangan mencukur serta ukurannya. Dipotong sepanjang ujung jari.

65. Waktu thawaf ifadah
Thawaf ifadah merupakan salah satu rukun haji, dilakukan 7 putaran, dilakukan pada hari nahar (menurut Imam Syafi’i waktunya adalah pada pertengahan malam nahar).

66. Singgah di Munashshab, amalan yang disunahkan.

67. Hikmah singgah di Munashshab adalah menampakkan syi’ar-syia’ar Islam di tempat yang menjadi basis syi’ar-syiar kekefuran dan permusuhan terhadap Allah dan Rasulnya.

68. Thawaf wada’ (dilakukan bagi muslim yang berhaji tapi tidak berasal dari Makkah)
a. Hukum: wajib
b. Waktu: ketika hendak meninggalkan tanah haram setelah selesai mengerjakan amalan haji.
c. Do’a yang dibaca

69. Disunahkan segera pulang
HR. Daruquthni: “Jika salah seorang di antara kalian telah menunaikan hajinya, maka hendaklah ia segera kembali ke keluarganya. Yang demikian itu adalah pahala yang lebih besar baginya”.

70. Disunahkan memperbanyak ibadah di taman yang penuh berkah
HR. Bukhari: “Di antara kubur dan mimbarku terdapat salah satu taman dari taman-taman surge serta mimbarku berada di atas telagaku”.

71. Disunahkan sholat di Masjid Quba’
HR. Ahmad: “Barangsiapa yang bersuci dirumahnya, kemudian mendatangi masjid Quba’, lalu mengerjakan sholat 2 raka’at, maka baginya seperti pahala ‘umrah”.

72. Pengertian ‘umrah, umrah berarti ziarah, artinya ziarah ke Ka’bah, thawaf disekelilingnya, sa’i antara Shafa dan Marwa serta memotong rambut.
a. Melakukan ‘umrah berkali-kali, mayoritas ulama berpendapat ummul mukmimin, sedang Imam Malik memakruhkan ‘umrah lebih dari sekali tiap tahunnya.
b. Boleh menunaikan ‘umrah kapan saja, baik pada bulan haji atau bulan syawal, atau boleh juga melakukan ‘umrah sebelum menunaikan haji.
c. Hukum ‘umrah: sunnah
d. Waktu umrah: adalah seluruh hari dalam satu tahun, kecuali 5 hari yang dimakruhkan, yaitu hari Arafat, hari nahar dan hari-hari tashriq.
e. Miqat ‘umrah, jika diluar miqat maka tidak boleh meninggalkannya sebelum berihram. Apabila berada di luar miqat-miqat haji, maka miqad ‘umrahnya adalah tanah halal (selain tanah haram), meskipun ia merupakan penduduk sari tanah haram.
f. Fadholah ‘umrah
Muttafaqun Alaih: “Dari satu ‘umrah ke ‘umrah yang lain merupakan penebus dosa yang ada di antara keduaya dan haji mabrur itu pahalanya tidak lain adalah surga”.
g. Keutamaan ‘umrah pada bulan ramadhan
Muttafaqun ‘Alaih: “Umrah pada bulan Ramadhan nilanya sama dengan haji”.

73. Rukun haji dan ‘Umrah
a. Rukun haji: ihram, thawaf, sa’i dan wuquf di Arafat
b. Rukun ‘umrah: ihram, thawaf, dan sa’i
c. Beberapa kewajiban ihram: dimulai dari miqat, tidak memakai pakaian berjahit, bertalbiyah
d. Amalan sunnah pada pelaksanaan haji (sunnah jika ditinggalkan tidak akan kena dam tapi hilang pahala besar): mandi, memakai pakaian ihram, mengerjakan ihram setelah sholat wajib atau sunnah, memotong kuku, mencabur bulu ketiak, dan mencukur bulu kemaluan., memperbarui talbiyah, membaca do’a dan shalawat kepada Nabi setelah talbiyah.
e. Beberapa larangan haji (jika dilanggar ada dam): memakai pakaian berjahit, parfum, memotong kuku tangan atau kaki, mencukur rambut (hukumnya membayar fidyah, yaitu puasa 3 hari atau member makan 60 orang miskin, atau menyembelih 1 ekor kambing) membunuh binatang buruan (hukumannya mengganti binatang yang setara dengan buruan jika mampu, jika tidak berpuasa), perbuatan yang mengarah pada persetubuhan/ bercumbu (hukumannya menyembelih 1 ekor kambing), ghibah dan mengumpat (hendaknya bertaubat dengan beristigfar).

74. Thawaf
a. Syarat sah: niat, bersuci, menutup aurat, dalam lingkungan masjid, 7 kali putaran, dimulai dan di akhiri pada hajar aswat, berkesinambungan.
b. Sunnah-sunnah thawaf: sunnah lari-lari kecil buat laki-laki, tidak buat wanita, mencium hajr aswat pada setiap putaran, sholat 2 raka’at di makam Nabi Ibrahim, minum air zam-zam.
c. Etika thawaf: khusyu’, tidak banyak bicara, perbanyak do’a.

75. Cara menunaikan haji dan ‘umrah
a. Jika bermaksud menunaikan haji dan telah mendekati miqad, maka disunahkan memotong kuku, mencabut bulu ketiak, mencukur bulu kemaluan, mandi dan wudhu’, serta memakai pakaian ihram.
b. Jika telah sampai miqad, maka hendaknya sholat 2 raka’at, berniat menunaikan haji dan ihram; jika ia menunaikan haji ifrad atau ‘umrah tamattu’ atau keduanya secara bersamaan.
c. Untuk melaksanakan ihram, disyari’atkan bagi wanita untuk mengucapkan talbiyah dengan suara pelan setiap kali menaiki jalan menanjak, menuruni lembah, berpapasan dengan kendaraan atau seseorang, di tanah lapang dan pada setiap selesai sholat.
d. Disunahkan juga untuk berdo’a bagi dirinya sendiri, kedua orangtua dan kaum muslimin, serta bershalawat atas diri Rasulullah pada setiap selesai membaca talbiyah.
e. Selain itu, dianjurkan untuk senantiasa besedekah kepada orang-orang yang membutuhkan, agar memperleh haji yang mabrur.
f. Juga diperintahkan untuk tidak banyak membicarakan hal-hal yang dimurkai Allah, lebih baik menyibukkan diri dengan dzikir kepadaNya.
g. Menghindari hubungan badan dan segala sesuatu yang mengarah ke sana, serta menghindari perselisihan dan perdebatan yang tiada membawa manfaat.
h. Disunahkan mandi untuk memasuki kota Makkah
i. Tidak memakai wangi-wangian dan memotong rambut.
j. Jika telah menghadap Ka’bah, masuk dari pintu ‘Babussalam’ sambil membaca do’a memasuki masjid. Etika ketika masuk adalah selalu khusu’, tawadhu’, dan membaca talbiyah.
k. Jika melihat Baitulah, hendaknya mengangkat kedua tangan sambil berdo’a
l. Kemudian langsung menuju hajar aswad, lalu mencium tanpa bersuara atau cukup menyentuhnya saja. Jika tidak mampu dibolehkan dengan mengisyaratkan tangan ke arahnya. Selanjutnya mengerjakan thawaf dengan memposisikan Baitulah di samping kiri sambil membaca do’a dan dzikir kepada Allah serta shalawat Nabi sampai Rukun Yamani. Lalu menyentuhnya dan mengakhiri putaran thawaf dengan membaca do’a sapu jagat.
m. Jika selesai mengerjakan thawaf, maka hendaknya pergi ke makam Ibrahim dan mengerjakan sholat 2 raka’at (raka’at pertama memakai surat Al-Kafiruun, kedua Surat Al-Ikhlas).
n. Kemudian berangkat menuju ke sumber air zamzam, lalu minum secukupnya sambil menghadap ke baitullah.
o. Setelah itu mendatangi Multazam, lalu memohon kepada Allah sesuai kehendak hati. Selanjutnya menyentuh hajar aswat dan menciumnya jika mampu. Lalu keluar dari pintu ‘Ash-Shafa’ ke ‘Ash-Shafa’ dengan membaca firman Allah “Sesungguhnya Shafa dan Marwa adalah sebagian dari syi’ar Allah”. Hingga sampai di bukit Shafa, hendaknya dinaiki, menghadap kiblat dan mengucapkan: “Allahu akbar (3x), laa illa haillallahu wahkdahula laa syarii kalahu, lahul mulku walahul hkamdu wahuwa ‘alaa kulli syai’in qodiir, laa ilaahaillallohu wahkdahu, shodaqo wa’dahu wa nashoro abdahu wa huzama ‘ahkzaaba wahdahu” artinya Allah Maha Besar (3x), tiada Ilah yang patut disembah melainkan Allah semata, tiada sekutu bagiNya, kerajaan dan segala puji hanya milikNya. Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu. Tidak ada Ilah melainkan Allah. Maha Benar janji Allah. Dia akan selalu menolong hambaNya dan menghacurkan persekutuan musuh dengan DiriNya.
Kemudian memohon kepada Allah segala yang dikehendaki, baik kebaikan dunia maupun akhirat. Sa’i ini merupakan amalan wajib, jika ditinggalkan harus membayar dam. Jika wanita muslimah menunaikan haji tamattu’, maka hendaklah digunting rambutnya. Dengan demikian selesailah ‘umrah yang dilakukan. Setelah itu diperbolehkan baginya segala larangan di dalam ihram, sampai berhubungan badan sekalipun. Sedang bagi yang mengerjakan ihram qiran atau firad, maka ia tetap pada ihramnya dan pada tanggal 8 dzulhijah berangkat menunaikan ihram dan bertolak menuju Mina serta bermalam di sana.
p. Jika matahari telah terbit, hendaklah ia berangkat menuju ke Arafat atau setelah shalat 5 waktu di Mina. Selanjutnya singgah di Masjid Namirah, mandi dan mengerjakan sholat Zhuhur dan Ashar, jama’ taqdim sekaligus qashor secara berjama’ah. Selanjutnya setelah zawal matahari, maka dikerjakanlah wukuf. wukuf dilakukan di tempat lapang atau di tempat yang dekat darinya, karena disitulah tempat wukuf Rasulullah.
q. Wuquf di Arafat merupakan rukun haji yang terbesar. Tidak disunahkan menaiki jamal rahmah. Akan tetapi, hedaknya menghadap kiblat dengan senantiasa memanjatkan do’a dan dzikir sampai memasuki waktu malam. Jika telah malam, hendaknya berangkat ke Muzdhalifah. Lalu sholat jama’ ta’khir antara mahrib dan Isya’ serta bermalam di sana.
r. Jika fajar telah terbit, hendaknya wuquf di Masy’aril haram, perbanyak dzikir hingga waktu terang tiba. Setelah itu kembali ke Mina.
s. Setelah matahari terbit, ia berangkat untuk melempar jumrah aqabah dengan 7 batu kecil.
t. Selanjutnya menyembelih hadyu (jika memungkinkan) dan menggunting rambut serta dibolehkan segala sesuatu yang sebelumnya dilarang, kecuali hubungan badan.
u. Kemudian kembali ke Makkah untuk melakukan thawaf ifadhah
v. Setelah itu kembali ke Mina dan bermalam di sana. Bermalam di Mina ini merupakan amalan yang wajib.
w. Jika matahari terbenam tanggal 11 Dzulhikah, hendaknya melempar ketiga jumrah. Jumrah pertama dekat mina (‘Ula), dan dilanjutkan dengan melempar jumrah wustha, dan jumrah aqabah. Saat melempar membaca Allahu akbar, setelah melempar yang harus dilakukan adalah wukuf dan berdo’a, tidak ada wukuf setelah jumrah aqabah.
x. Tanggal 12 dzulhijjah melakukan hal yang sama.
y. Selanjutnya boleh memilih, singgah di Makkah sebelum matahari terbenam tanggal 12, atau bermalam dan melempar jumrah di Mina tanggal 13. Melempar jumrah adalah amalan wajib, ada dam jka ditinggalkan.
z. Jika telah kembali ke Makkah dan hendak pulang ke rumahnya hendaknya melakukan thawaf wada’. Ini adalah amalan wajib, ada dam jika ditinggalkan.


Sumafone all operator pulsa transaksi 24 jam non-stop

0 Komentar:

Posting Komentar

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More